Indonesia memegang peringkat negara kedua tertinggi (setelah India) di Asia Tenggara untuk jumlah kasus malaria tertinggi, berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) dalam World Malaria Report 2020. Meski sempat mengalami penurunan pada rentang 2010-2014, namun tren kasus malaria di Indonesia cenderung stagnan dari tahun 2014-2019.
Tren kasus positif malaria dan jumlah penderita malaria (Annual Parasite Incidence/API) menunjukkan konsentrasi kabupaten atau kota endemis tinggi malaria di wilayah Indonesia Timur. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, sekitar 86% kasus malaria terjadi di Provinsi Papua dengan jumlah 216.380 kasus di tahun 2019. Lalu, disusul dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 12.909 kasus dan Provinsi Papua Barat sebanyak 7.079 kasus. Meski demikian, masih terdapat wilayah endemis tinggi di Indonesia bagian tengah, tepatnya di Kabupaten Penajaman Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
Sementara itu, terdapat sekitar 300 kabupaten dan kota (58%) yang telah memasuki kategori eliminasi, atau sekitar 208,1 juta penduduk (77,7%) tinggal di daerah bebas malaria. Beberapa provinsi di Indonesia 100% wilayahnya berhasil masuk ke dalam kategori eliminasi adalah Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Bali.
Untuk endemisitas kategori rendah (API kurang dari 1 per 1.000), tercatat ada 160 kabupaten dan kota (31%) yang masuk ke dalam kategori ini, dengan total penduduk yang tinggal dalam endemis rendah ini sekitar 52,4 juta penduduk (19,6%). Lalu, sekitar 31 kabupaten dan kota (6%) dengan 4,4
juta penduduk Indonesia (1,7%) masuk ke dalam kategori wilayah endemis sedang (API 1-5 per 1.000). Sedangkan untuk wilayah endemis tinggi (API lebih dari 5 per 1.000), masih terdapat 23 kabupaten dan kota (4%) yang masuk kategori ini dengan 2,9 juta penduduk (1,1%) yang tinggal di wilayah ini.
Berikut rincian tingkat endemisitas malaria di Indonesia pada tahun 2019.
1. Jawa Tengah; 33 daerah bebas malaria, 2 endemis rendah
2. Aceh; 21 daerah bebas malaria , 2 endemis rendah
3. Sumatera Barat; 17 daerah bebas malaria, 1 endemis rendah
4. Kepulauan Bangka Belitung; ada 6 daerah bebas malaria, 1 endemis rendah 5. Jawa Barat; ada 23 daerah eliminasi, 4 endemis rendah
6. Riau; 10 daerah bebas malaria, 2 endemis rendah
7. Sulawesi Selatan; 20 daerah bebas malaria, 4 endemis rendah
8. Sulawesi Barat; ada 5 daerah bebas malaria, 1 endemis rendah
9. Yogyakarta; ada 4 daerah bebas malaria, 1 endemis rendah
10. Banten; 6 daerah bebas malaria, 2 endemis rendah
11. Lampung; ada 11 daerah bebas malaria, 3 endemis rendah, 1 daerah endemis sedang 12. Kalimantan Tengah; 10 daerah bebas malaria, 4 endemis rendah
13. Jambi; 7 daerah bebas malaria, 4 endemis rendah
14. Sumatera Utara; 21 daerah bebas malaria, 11 endemis rendah, 1 endemis sedang
15. Kalimantan Selatan; 7 daerah bebas malaria, 6 endemis rendah
16. Sulawesi Tenggara; 9 bebas malaria, 7 endemis rendah, 1 endemis sedang 17. Sumatera Selatan; 8 daerah bebas malaria, 9 endemis rendah
18. Kepulauan Riau; 3 daerah bebas malaria, 3 endemis rendah, 1 endemis sedang 19. Sulawesi Utara; 6 daerah bebas malaria, 9 endemis rendah
20. Sulawesi Tengah; 5 daerah bebas malaria, 8 endemis rendah
21. Gorontalo; 2 daerah bebas malaria, 4 endemis rendah
22. Bengkulu; ada 3 daerah bebas malaria, 7 endemis rendah
23. Nusa Tenggara Barat; 3 daerah bebas malaria, 7 endemis rendah
24. Kalimantan Barat; 3 daerah eliminasi, 11 endemis rendah
25. Kalimantan Timur; ada 3 daerah eliminasi, 5 endemis rendah, 1 endemis sedang, 1 endemis tinggi
26. Kalimantan Utara; 1 daerah eliminasi, 4 endemis rendah
27. Maluku Utara; 8 endemis rendah, 2 endemis sedang
28. Maluku; 8 endemis rendah, 3 endemis sedang
29. Nusa Tenggara Timur; 15 endemis rendah, 4 endemis sedang, 3 endemis tinggi 30. Papua Barat; ada 3 daerah endemis rendah, 6 endemis sedang, 4 endemis tinggi 31. Papua; ada 4 endemis rendah, 10 endemis sedang, dan 15 endemis tinggi
Mengapa Malaria Terkonsentrasi di Indonesia Timur?
Faktor cuaca menjadi salah satu penyebab utama merebaknya malaria di wilayah timur, seperti di Mimika, Papua. Cuaca di Mimika sulit diprediksi, bahkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) di wilayah tersebut. Meski musim hujan diperkirakan berlangsung beberapa bulan, terkadang panas menyengat bisa menyelimuti Mimika. Hal ini membuat tubuh masyarakat lebih rentan terkena malaria.
Gejala malaria yang mirip gejala sakit ringan juga menyulitkan masyarakat di wilayah endemis tinggi untuk mengidentifikasi bahwa dirinya terinfeksi malaria, sehingga penanganan medis lama. Selain itu, kesulitan identifikasi juga membuat sumber penyebab infeksi terlambat untuk ditangani dan penularan ke orang banyak terlanjur terjadi; seperti tempat penampungan air yang sudah menjadi sarang nyamuk pembawa parasit dan masih digunakan untuk konsumsi.
Orang yang sudah pernah terinfeksi dan sembuh juga dengan mudah terinfeksi malaria kembali akibat tidak melakukan tindakan pencegahan. Lalu, pemukiman masyarakat sendiri juga masih rawan dikelilingi sarang nyamuk sebab banyak genangan air ketika curah hujan yang tinggi, ditambah dengan lingkungan yang kurang bersih.