Hari Malaria Sedunia (HMS) diperingati setiap tahunnya pada tanggal 25 April. Sehubungan dengan peringatan HMS tahun ini Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI melalui Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis menyelenggarakan Temu Media secara virtual, pada (23/4).
Temu Media dibuka oleh Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI, dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS. Selain itu sebagai narasumber adalah Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes dan Kepala Dinas Kesehatan NTT dr. Messerassi B. V. Ataupah.
Plt Dirjen P2P, Dr.dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS mengatakan bahwasannya di Indonesia, saat ini penanggulangan malaria menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Dimana terlihat adanya kecenderungan penurunan yang bermakna dari jumlah kasus positif malaria dan API (Annual Paracite Incidence) yang dilaporkan tahun 2010-2020.
Pada 2010 kasus positif malaria di Indonesia mencapai 465,7 ribu, sementara pada 2020 kasus positif menurun menjadi 235,7 ribu. Tak hanya itu, penurunan kasus malaria juga diikuti dengan penurunan Annual Parasite Incidence (API) yang pada 2010 mencapai 1,96 dan 2020 mencapai 0,87.
“Namun, penurunan ini cenderung stagnan di tahun 2014 sampai 2019. Akan tetapi, secara keseluruhan terjadi penurunan kasus malaria di hampir seluruh provinsi di Indonesia dari tahun 2015-2020,” ujar dr. Maxi.
Di sisi lain, jumlah wilayah di Indonesia yang berhasil melakukan eliminasi malaria bertambah. Pada tahun 2019 kabupaten/kota yang berhasil mengeliminasi malaria sebanyak 300, di tahun 2020 bertambah menjadi 318.
Berdasarkan capaian endemisitas per provinsi tahun 2020 terdapat 3 provinsi yang telah mencapai 100% eliminasi malaria, antara lain DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Bali. Sementara provinsi dengan wilayahnya yang belum mencapai eliminasi malaria yakni Maluku, Papua, dan Papua Barat.
Tahun 2020 masih ada 23 kabupaten/kota yang endemis malarianya masih tinggi, 21 kabupaten/kota endemis sedang, dan 152 kabupaten/kota endemis rendah.
Banyak upaya yang dilakukan dalam mencapai eliminasi malaria, kata dr.Maxi antara lain dengan advokasi antar kepala daerah baik bupati/walikota dengan gubernur. Pencegahan malaria dilakukan dengan membagikan kelambu dan dilakukan pemantauan penggunaannya.
Pemerintah juga menyediakan obat antimalaria dan perluasan penemuan dini malaria, meningkatkan kapasitas SDM kesehatan dan kerja sama lintas program dan organisasi profesi.
Untuk mencapai Indonesia Bebas Malaria 2030 atau Eliminasi Malaria Nasional pemerintah pada tahun 2021 mentargetkan sebanyak 345 kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria. Untuk mencapai target ini, perlu dilakukan intensifikasi pelaksanaan penanggulangan malaria secara terpadu dan menyeluruh.
Pencapaian Indonesia Bebas Malaria 2030 didahului dengan pencapaian daerah bebas malaria tingkat Provinsi dan sebelum itu seluruh kabupaten/kota di Indonesia harus sudah mencapai bebas malaria.
Hingga saat ini masih ada beberapa tantangan yang dihadapi. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes mengatakan beberapa tantangan yang menjadi perhatian adalah bagaimana menurunkan penemuan kasus malaria aktif atau pasif.
Ia menjelaskan upaya yang dilakukan untuk mengatasi tantangan tersebut yakni melalui pemeriksaan malaria dengan menggunakan tes diagnostik cepat (RDT), distribusi kelambu, dan peningkatan kapasitas SDM kesehatan.
Dikesempatan yang sama, Kepala Dinas Kesehatan NTT, dr. Messerassi B. V. Ataupah memaparkan keberhasilan Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai Kawasan Timur Indonesia pertama yang kabupaten/kotanya berhasil mencapai eliminasi malaria. Ada 3 kabupaten/kota yang berhasil eliminasi malaria yakni Kabupaten Manggarai, Kabupaten Manggarai Timur, dan Kota Kupang.
Dimana Kabupaten Manggarai berhasil capai eliminasi malaria pada tahun 2019, sementara Kabupaten Manggarai Timur dan Kota Kupang berhasil eliminasi malaria pada tahun 2020.
Selain itu terdapat 14 kabupaten/kota di NTT dengan endemis rendah, 2 kabupaten/kota endemis sedang, dan 3 kabupaten/kota endemis tinggi. Kabupaten endemis tinggi malaria masih terkonsentrasi di Pulau Sumba.
“Tempo dalam tiga tahun kita berhasil eliminasi malaria, dulu malaria ini masuk dalam 2 besar penyakit di Puskesmas, sekarang malaria sudah keluar dari 10 besar penyakit – penyakit yang ada di NTT. Ini kemajuan yang dicapai bersama dengan Kemenkes,” katanya.
Penemuan kasus malaria di NTT sebagian besar atau 84% menggunakan mikroskop, sedangkan 14% menggunakan tes cepat diagnostik (RDT). Semua kasus positif malaria hasil pemeriksaan laboratorium harus diobati Artemisinin Combination Therapy (ACT). Target nasional adalah lebih dari 90% penderita malaria terobati. Tahun 2020 sebanyak 14.042 atau 92% kasus positif diobati ACT. Sedangkan 1.299 kasus atau 8% yang belum diobati sesuai standar.
Pencegahan malaria, lanjut Messerassi dilakukan dengan distribusi 973.800 lembar kelambu anti nyamuk kepada masyarakat sasaran. Alokasi kelambu terbanyak didistribusikan ke masyarakat di daerah endemis tinggi berdasarkan jumlah kelompok tidur dalam rumah dan luar rumah.
Sedangkan yang menjadi tantangan menurutnya adalah pengendalian vektor. Masalah malaria harus diselesaikan lintas sektor karena berhubungan dengan tempat perindukkan malaria seperti di muara-muara. Tantangan lainnya adalah menurunkan status endemis tinggi malaria di Pulau Sumba, menyediakan akses ke layanan kesehatan di masa pandemi COVID-19 atau bencana alam terutama di daerah sulit, terpencil, dan kepulauan.
Berita ini disiarkan oleh Humas Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. Gedung Adhyatma, Lt.9, Jl. H.R. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Kuningan, Jakarta Selatan 12950.(ADT)